29 Mei 2011

Macam - Macam Tafsir

Dalam menafsirkan al-Qur'an ada dua metode yang tidak boleh dilupakan yaitu:
1. Tafsir bil Ma’tsur (Tafsir bir Riwayah)
Yang dimaksud dengan tafsir bil ma’tsur atau tafsir riwayat adalah tafsir yang terbatas pada riwayat Rasul SAW dan Sahabat atau murid-murid mereka juga dapat dari tabi’ut taabi’in.
[1]Perlu digaris bawahi bahwa penjelasan-penjelasan Nabi SAW terhadap ayat-ayata al-Qur’an  dewasa ini tidak banyak kita ketahui bukan Karena riwayat-riwayat para generasi penerus  tidak banyak atau dan sebagainya tidak dapat dipertanggungjawabkan ootentitasnya namun “karena Nabi SAW sendiri tidak menafsirkan semua ayat al-Qur’an”. Sehingga jalan satu-satunya adalah
mempelajari ilmu tafsir.[2]  Tafsir bil Ma’tsur adalah tafsir yang terdapat dalam Al-Qur’an atau as-Sunnah atau pendapat para sahabat, dal rangka menerangkan apa yang dikehendaki Allah tentang penafsiran al-Qur’an berdasarkan as-Sunnah an-Nabawiyah, atau enafsirkan al-Quran dengan as-Sunnah an-Nabawiyyah atau juga menafsirkan al-Qur’an dari kutipan pendapat sahabat.[3] Adapun macam-macam tafsir bil ma’tsur sbb:
o   Tafsir Al-Quran  dengan Al-Qur’an
Sebagian dari ayat-ayat al-Qur’an dengan ayat lain tidak ada perbeaaan, Para Ulama sepakat bahwa ada ayat al-Qur’an yang diturunkan sebagai penjelasan atau kelengkapan terhadap ayat lainnya. Sebagian ayat menjadi lebih jelas maksudnya ketika dikaitkan dengan ayat-ayat tertentu. Contoh Q.S al-Maidah(5):1 dengan QS al-Maidah ayat 3.[4]
o   Tafsir Al Qur’an dengan As-Sunnah an-Nabawiyah
Yang dimaksud disini adalah penafsiran al-Qur’an dengan hadist Nabi Muhammad SWT, [5] penafsiran al-Qur’an dengan sunnah ini masih sangat banyak ditemukan dan sangat susah untuk menulisnya satu persatu dan dapat dilacak secara runtut melalui kita-kitab hadist yang juklahnya tidak sedikit dan hamper di semua kitab hadist memuat bab tafsir.
o   Tafsir al-Qur’an dengan pendapat sahabat
Ada beberapa bab atau dalam ungkapa ulama lama kitab-kitab dalam kitab-kitab hadits yang berisi tentang tafsir al-Qur’an. Hal ini seperti terdapat dalam dua kitab shahih bukhari dan muslim, juga dalam sunan Abu Daud, Tamidzi, Ibnu Majah, kitab Tafsiran an-Nasai. Tafsi ini juga terdapat dalam musnad-musnad sesuai riwayat masing-masing sahabat.[6]
o   Tafsir Tabi’in[7]
Imam Az-Zarqani dalam Manahilul ‘Irfan menulis, bahwa terdapat perbedaan dikalangan Ulama mengenai tafsir Tabi’in. Sebagian memandang ma’tsur karena penafsiran sebagian besar pendapat mereka diterima dari para sahabat Nabi,[8] sedangkan sebagian lain menilainya sebagai tafsir bi ra’yi[9]. Kelompok yang disebut terakhir, sebagaimana yang ditulis Ash Shabuni, berpendapat bahwa kededukan para Thabi’in sama dengan mufassir lainnya (selain Nabi dan Sahabat). Mereka menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan kaidah-kaidah bahsa arabdan tidak berdasar pertimbangan atsar (hadits).[10]
Beberapa hal diatas adalah Tafsir bil Riwayah atau Tafsir bil Ma’tsur yang menurut Ibrahim Eldeed seorang doctor mesir menyimpulkan pondasi tafsir diatasbersumber dari riwayat-riwayat penafsiran yang mereka peroleh dari Rasul dan Para Sahabat dengan cara penukilan yang benar contohnya Tafsir Abu Hatim dan Abdur Raziq bin Hamman Ash-Shan’ani.
2. Tafsir bir Ra’yi (Rasio)
Yang dimaksud dengan rasio adalah anatomi /lawan nash dan riwayat. Oleh karena itu, ia dinamakan denaggn tafsir bid-Dariyah (dengan rasio) sebagai antithesis tadsir bir-riwayah (dengan riwayat). Dan makna ar-ra’yi adalah ijtihad dan olah piker serta penelitian dalam memahami al-Qur’an dalam batas pengetahuan tentang bahasa arab dan dalam kerangka kewajiban yang harus dipenuhi mufassir dari syarat keilmuan dan akhlak. Al-Baihaqi meriwayatkan dalam asy-sya’ab dari imam malik, ia berkata bahwa jika orang yan tidak mengetahui bahasa arab, kemudian ia menafsirkan kitab Allah SWT maka datanglah ia kepadaku, niscaya akan aku hajar dia.[11]
*      Tafsir bil Isyarah
Kata al-isyarah merrupakan bentuk sinonim (muradif) dari kata ad-dalil yang berarti tanda, peyunjuk, indikasi syarat, sinyal, perintah, panggilan, nasihat dan saran. Jadi tafsir bil isyarah adalah perwakilan al-Quran denagn mengesampingkan makna lahiriah karena ada isyarat (indicator) tersembunyi yang hanya bias disimak hanya orang-orang yang memiliki ilmusuluk dan tasawwuf. Besar kemungkinan ada upaya memadukanantara makna isyarat yang bersifat rahasia dan makna lahir sekaligus.


[1] Dr. Yusuf Qardhawi, Kaifa Nata’ amalu Ma’a al-Quran al-Adzim, Cet. I, 1419H-199 M terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani, Jakarta 2001, IKAPI, hal 295
[2] Muhammad Husein Al-Zahabiy, At-Tafsir  wa Al-Mufassirun, Dar Al-Kutub Al-Haditsah, Mesir, 1961, jilid I, hal 59, dikutip dari Dr. Quraish Shihab, M.A., Membumikan Al-Qur’an, Penerbit Mizan, bandung, hal 74.
[3] Drs. Ahmad Izzan, M.ag, Metodologi Ilmu Tafsir, hal 4
[4] Prof. Dr. Muhammad Chirzin, S.Ag., Permata Al-Qur’an, QIRTAS, Yogyakarta,2003 hal 91-94
[5] Drs. Ahmad Izzan, M.ag, Metodologi Ilmu Tafsir, hal  65
[6] Dr. Yusuf Qardhawi, Kaifa Nata’ amalu Ma’a al-Quran al-Adzim, Cet. I, 1419H-199 M terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani, Jakarta 2001, IKAPI, hal 295-296
[7] Ibnu Taimiyyah, Muqaddimah Fi Ushulit Tafsur (Beirut: Darul Fikr, 1971) hal 93 sumber dari Prof. Dr. Muhammad Chirzin,S.Ag., Permata Al-Qur’an, QIRTAS, Yogyakarta,2003 hal 97
[8] Ibid.
[9] Az-Zarqani, Manahilul “Irfan fi Ulumil Qur’an (Mesir, Al-Halabi, 1957) hal 13
[10] Muhammad Ali Ash ShabuniA, At Tibyan fi’ Ulumil Qur’an (Beirut: Alamul Kutub, 19850 hal 97-99.
[11] Dr. Yusuf Qardhawi, Kaifa Nata’ amalu Ma’a al-Quran al-Adzim, Cet. I, 1419H-199 M terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani, Jakarta 2001, IKAPI, hal 297

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...